SIWAK (Salvadora Persica)

Penggunaan kayu Siwak (Salvadora Persica) telah dikenal semenjak berabad-abad lalu, terutama oleh bangsa Arab kuno yang hingga sekarang masih digunakan sebagai alat kebersihan mulut.

Faktor sosial dan agama menjadi pendorong utama penggunaan kayu siwak (Salvadora persica) terutama bagi masyarakat muslim.

Siwak telah digunakan oleh orang Babilonia semenjak 7000 tahun yang lalu, yang mana kemudian digunakan pula di zaman Yunani kuno dan Romawi, oleh orang-orang Yahudi, Mesir dan masyarakat kerajaan Islam. Siwak memiliki nama-nama lain di setiap komunitas, seperti misalnya di Timur Tengah disebut dengan miswak, siwak atau arak, di Tanzania disebut miswak, dan di Pakistan dan India disebut dengan datan atau miswak.


Penggunaan chewing stick (kayu kunyah) berasal dari tanaman yang berbeda-beda pada setiap negeri. Di Timur Tengah, sumber utama yang sering digunakan adalah pohon Arak (Salvadora persica), di Afrika Barat yang digunakan adalah pohon limun (Citrus aurantifolia) dan pohon jeruk (Citrus sinesis).

Akar tanaman Senna (Cassiva vinea) digunakan oleh orang Amerika berkulit hitam, Laburnum Afrika (Cassia sieberianba) digunakan di Sierre Leone serta Neem (Azadirachta indica) digunakan secara meluas di benua India.


Klasifikasi Tanaman
Divisio : Embryophyta
Sub Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledons
Sub Class : Eudicotiledons
Ordo : Brassicales
Family : Salvadoraceae
Genus : Salvadora
Spesies : Salvadora persica

Morfologi dan Habitat

Siwak atau miswak, merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica
yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika.

Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, dengan diameter pohon sekitar 30 cm. Jika kulitnya dikelupas berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas.


Siwak berfungsi mengikis dan membersihkan bagian dalam mulut. Kata siwak sendiri berasal dari bahasa arab ‘yudlik’ yang artinya adalah memijat (massage). Siwak lebih dari sekedar sikat gigi biasa, karena selain memiliki serat batang yang elastis dan tidak merusak gigi walaupun di bawah tekanan yang keras, siwak juga memiliki kandungan alami antimikrobial dan antidecay system.

Batang siwak yang berdiameter kecil, memiliki kemampuan fleksibilitas yang tinggi untuk menekuk ke daerah mulut secara tepat dan dapat mengikis plak pada gigi. Siwak juga aman dan sehat bagi perkembangan gusi.


Kandungan Kimia

Batang kayu siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri, mengikis plaque, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi.

Siwak memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, meliputi :
  • Antibacterial Acids, seperti astringents, abrasive dan detergent yang berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi, menghentikan pendarahan pada gusi. Penggunaan kayu siwak yang segar pertama kali, akan terasa agak pedas dan sedikit membakar, karena terdapat kandungan serupa mustard yang merupakan substansi antibacterial acid tersebut.
  • Kandungan kimiawi seperti Klorida, Pottasium, Sodium Bicarbonate, Fluorida, Silika, Sulfur, Vitamin C, Trimetilamin, Salvadorin, Tannin dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak sebagai bahan penyusun pasta gigi.
  • Minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, yang dapat menyegarkan mulut dan menghilangkan bau tidak sedap.
  • Enzim yang mencegah pembentukan plak yang merupakan penyebab radang gusi dan penyebab utama tanggalnya gigi secara prematur.
  • Anti Decay Agent (Zat anti pembusukan) dan Antigermal System, yang bertindak seperti Penicilin menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah terjadinya proses pembusukan. Siwak juga turut merangsang produksi saliva, dimana saliva sendiri merupakan organik mulut yang melindungi dan membersihkan mulut.
Secara Kimiawi, kulit batang kayu siwak yang kering bila diekstrak dengan alkohol 80% dan kemudian diekstrak dengan ether, lalu diteliti secara terperinci kandungannya melalui ECP (Exhaustive Procedure Chemicle), maka akan ditemukan zat-zat kimia sebagai berikut : Trimetilamin, chloride, resin, sejumlah besar fluoride dan silica, sulfur dan vitamin C.

Penelitian kimiawi terhadap tanaman ini telah dilakukan semenjak abad ke-19, dan ditemukan sejumlah besar klorida, fluor, trimetilamin dan resin. Kemudian ditemukan juga kandungan silika, sulfur dan vitamin C.


Kandungan kimia tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut dimana trimetilamin dan vitamin C membantu penyembuhan dan perbaikan jaringan gusi. Klorida bermanfaat untuk menghilangkan noda pada gigi, sedangkan silika dapat bereaksi sebagai penggosok. Kemudian keberadaan sulfur dikenal dengan rasa hangat dan baunya yang khas, adapun fluorida berguna bagi kesehatan gigi sebagai pencegah terjadinya karies dengan memperkuat lapisan email dan mengurangi larutnya terhadap asam yang dihasilkan oleh bakteri.

Siwak kaya dengan fluorida dan silika, fluorida mengerahkan proses antikariogenik dengan cara sebagai berikut :
  • Perubahan hydroxypatite menjadi fluorapatite yang lebih tahan terhadap acid dissolution.
  • Bercampurnya acidogenic organisme di dalam plak gigi sehingga mengurangi pH dari plak gigi.
  • Membantu memulihkan kembali gigi yang baru rusak.
  • Membentuk efek penghambat terhadap pertumbuhan bakteri pada plak gigi.
Adapun silika berfungsi membantu membersihkan gigi karena silika bekerja sebagai bahan penggosok yang dapat menghilangkan noda.

Kandungan Antimikrobial

Zat antimikrobial dan efek pembersih pada miswak telah ditunjukkan oleh variasi kandungan kimiawi yang dapat terdeteksi pada ekstraknya. Efek ini dipercaya berhubungan dengan tingginya kandungan Sodium Klorida dan Pottasium Klorida seperti salvadourea dan salvadorine, saponin, tannin, vitamin C, silika dan resin, juga cyanogenic glycoside dan benzylsothio-cyanate.

Hal ini dilaporkan bahwa komponen anionik alami terdapat pada spesies tanaman ini yang mengandung agen antimikrobial yang melawan beberapa bakteri. Nitrat (NO3-) dilaporkan mempengaruhi transportasi aktif porline pada Escherichia coli seperti juga pada aldosa dari E. coli dan Streptococcus faecalis. Nitrat juga mempengaruhi transport aktif oksidasi fosforilasi dan pengambilan oksigen oleh Pseudomonas aeruginosa dan Stapyhylococcus aureus sehingga terhambat.


Komponen anionik antibakterial lainnya terdapat pada beberapa spesies tanaman adalah sulfat (SO42-), klorida (Cl-) dan tiosianat (SCN-). Tiosianat (SCN-) bertindak sebagai substrat untuk laktoperoksidase untuk membangkitkan hipotiosianit (OSCN-) dengan keberadaan hidrogen peroksida. OSCN- telah ditunjukkan bereaksi dengan kelompok sulfahidril di dalam enzim bakteri yang berubah menjadi penyebab kematian bakteri.

Ekstrak kasar batang kayu siwak pada pasta gigi yang dijadikan cairan kumur, dikaji sifat-sifat antiplaknya dan efeknya terhadap komposisi bakteri yang menyusun plak dan menyebabkan penurunan bakteri gram negatif batang.


Sebuah penelitian tentang perbandingan pengaruh antara ekstrak siwak dengan Chlorhexidine Gluconate (CHX) yang sering digunakan sebagai cairan kumur dan zat anti plak pada dentin manusia dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Hasilnya dilaporkan bahwa 50% ekstrak siwak dan CHX 0,2% memiliki efek yang sama pada dentin manusia, namun ekstrak siwak lebih banyak menghilangkan lapisan noda-noda (Smear layer) pada dentin.

Bapak Dokter Gigi Dunia

Islam memahami bahwa menjaga kesehatan gigi dan mulut akan sangat menentukan kualitas hidup manusia. Tak heran jika seabad setelah Rasulullah SAW wafat, para dokter Muslim di era keemasan terdorong untuk turut mengembangkan ilmu kedokteran gigi (dentistry). Sejatinya, pengobatan gigi telah diterapkan manusia dari peradaban Lembah Indus bertarikh 7.000 hingga 5.500 SM.

Namun, ilmu kedokteran gigi justru berkembang pesat pada era kejayaan peradaban Islam. Henry W Noble (2002) dalam Tooth transplantation: a controversial story, History of Dentistry Research Group, Scottish Society for the History of Medicine mengakui bahwa para dokter muslim di zaman kekhalifahan merupakan perintis dalam pengembangan ilmu kedokteran gigi.

Peradaban Barat saja baru mengembangkan ilmu kedokteran gigi secara khusus pada abad ke-17 M. Buku pertama tentang ilmu kedokteran gigi di Barat baru hadir tahun 1530 M bertajuk "Artzney Buchlein". Buku teks kedokteran gigi dalam bahasa Inggris baru muncul tahun 1685 karya Charles Allen berjudul Operator for the Teeth.

Bahkan, masyarakat Amerika baru mengenal adanya dokter gigi pada abad ke-18 M. John Baker merupakan dokter pertama yang praktik di benua itu. Baker merupakan dokter gigi yang berasal dari Inggris. Amerika baru memiliki dokter gigi sendiri pada tahun 1779 M bernama Isaac Greenwood.

Lucunya, peradaban Barat mengklaim Pierre Fauchard - berkebangsaan Perancis yang hidup di abad ke-17 sebagai "bapak ilmu kedokteran gigi modern". Padahal, menurut Noble, 700 tahun sebelum Fauchard hidup, seorang dokter muslim bernama Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi alias Abulcasis (930 M - 1013 M) telah sukses mengembangkan bedah gigi dan perbaikan gigi.

Keberhasilannya yang telah memukau para dokter gigi modern itu tercantum dalam Kitab Al-Tasrif. Kitab itu tercatat sebagai teks pertama yang mengupas bedah gigi secara detail. "Dalam kitabnya itu, Abulcasis juga secara detail menggambarkan keberhasilannya dalam melakukan penanaman kembali gigi yang telah dicabut," papar Noble.

Al-Zahrawi juga tercatat sebagai dokter yang mempelopori penggunaan gigi palsu atau gigi buatan yang terbuat dari tulang sapi. Kemudian geligi palsu itu dikembangkan lagi mengunakan kayu - seperti yang digunakan oleh presiden pertama Amerika Serikat, George Washington 700 tahun kemudian.

Sumbangan penting dokter muslim di era kejayaan dalam pengembangan ilmu kedokteran juga diungkapkan Salma Almahdi (2003) dalam tulisannya berjudul Muslim Scholar Contribution in Restorative Dentistry yang dimuat dalam Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine.

Menurut Almahdi, dokter gigi muslim dari abad ke-10 M lainnya yang mengembangkan dentistry adalah Abu Gaafar Amed ibnu Ibrahim ibnu Abi Halid al-Gazzar.

Dokter gigi asal Afrika Utara itu memaparkan metode perbaikan gigi secara detail dalam Kitab Zad al-Musafir wa qut al-Hadir. Kitab itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai Viaticum oleh Constantinethe African di Universitas Salerno- yang berada di Selatan Italia. "Kitab yang ditulis Al-Gazzar merupakan yang pertama yang mengupas tentang perawatan gigi busuk/rusak, " papar Almahdi.

Dalam kitabnya, Al-Gazzar menyatakan bahwa hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengobati gigi yang busuk adalah membersihkannya. Kemudian, papar dia, gigi itu diisi dengan gallnut, madu, kemenyan, terbinth yang mengandung damar, pohon cedar yang mengandung damar, pellitory atau pengasapan dengan akar colocynthis.

Al-Gazzar pun merekomendasikan senyawa arsenik untuk gigi yang berlubang. Campuran ini juga mampu mengatasi pembusukan gigi serta mengendurkan dan meredakan ketegangan syaraf. Dokter muslim lainnya yang memberi sumbangan penting bagi ilmu kedokteran gigi adalah Ibnu Sina lewat karyanya yang sangat fenomenal bertajuk he Canon of Medicine. Menurut Almahdi, Ibnu Sina terpengaruh oleh Al-Gazzar dalam pengobatan gigi.

Meski begitu, Ibnu Sina mengembangkan sendiri pengobatan gigi dengan caranya sendiri. Baik Al-Gazzar maupun Ibnu Sina sepakat bahwa kebusukan pada gigi disebabkan oleh "cacing gigi".

Namun pendapat itu dipatahkan oleh dokter muslim lainnya dari abad ke-12 M bernama Gaubari. Dalam Book of the Elite yang ditulisnya, Gaubari menyatakan bahwa dalam kenyataannya cacing gigi tak pernah ada.

Sejak abad ke-13 M, teori cacing gigi akhirnya tak lagi diterima dalam kedokteran Islam.

Kontribusi peradaban Islam lainnya yang tak kalah penting dalam kedokteran gigi diberikan oleh Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ar-Razi. Dokter legendaris di era keemasan peradaban Islam itu juga secara khusus mengembangkan perawatan kesehatan gigi. Ar-Razi terbilang sebagai dokter Muslim pertama yang memberi sumbangan bagi ilmu kedokteran gigi.

Menurut Almahdi, Ar-Razi mencoba merekomendasikan metode yang dikembangkan Galen - dokter dari peradaban Yunani - dalam melepas gigi rusak dengan cara dibor. Untuk mengurangi rasa sakit saat gigi dibor, dokter terkemuka di kota Baghdad itu menganjurkan agar lubang gigi ditetesi minyak.

Selain mengkaji masalah gigi, dokter muslim di era kekhalifahan pun sudah mengkaji kesehatan mulut, salah satunya soal lidah. Organ penting yang biasa digunakan untuk mengunyah, menelan dan berbicara itu mendapat perhatian khusus dari Ibnu Sina.
Dalam Canon the Medicine, Ibnu Sina mengkaji berbagai penyakit lidah dan penyembuhannya.

Menurut Almahdi, dalam kitabnya yang sangat lengkap itu Ibnu Sina menerangkan tentang anatomi lidah serta penyakit-penyakit yang sering dialami organ lidah baik secara sensorik maupun motorik. Ibnu Sina membahas masalah lidah secara mendalam dalam empat belas bab.

Betapa sumbangan peradaban Islam bagi dunia kedokteran sungguh begitu luar biasa. Namun, kontribusi penting para dokter muslim itu kerap dinihilkan dan disembunyikan peradaban Barat. Tak heran, bila pencapaian para ilmuwan muslim di era kejayaan itu juga tak diketahui masyarakat Islam di era modern ini.

Sungguh ironis memang....

Siwak, Pembersih Gigi Warisan Rasulullah saw

Membersihkan gigi merupakan sunnah yang dianjurkan Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw biasa membersihkan giginya dengan siwak. Dalam hadits disebutkan Rasulullah saw biasa menggosok giginya dengan siwak setiap bangun dari tidur.

Hudaifah ra meriwayatkan:
"Kapanpun Rasulullah saw bangun dari tidur, ia akan menggosok giginya dengan siwak" (HR Bukhari dan Muslim).

Selain setelah bangun tidur, dalam hadits lainnya Nabi Muhammad saw juga biasa membersihkan giginya dengan siwak sesaat sebelum berwudhu.

Aisyah ra meriwayatkan:
"Kami biasa menyiapkan sebuah siwak dan air untuk wudhu bagi Rasulullah saw kapan pun Allah menghendaki beliau bangun dari tidur malam, beliau akan membersihkan giginya dengan siwak, mengambil wudhu, dan lalu mendirikan shalat". (HR Muslim).

Bahkan dalam hadits lainnya, Rasulullah saw secara khusus menyarankan umatnya untuk menggunakan siwak.

Anas ra meriwayatkan:
Rasulullah saw bersabda, "Aku menyarankan agar kalian menggunakan siwak". (HR Bukhari).

Siwak merupakan alat pembersih gigi yang diwariskan Rasulullah saw bagi umatnya. Bukan tanpa alasan Rasulullah saw menyarankan umatnya untuk menggunakan siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting segar tanaman arak (salvadora persica).

Sebuah penelitian ilmiah pada tahun 2003 membuktikan keunggulan siwak dibandingkan pasta gigi biasa.

Kayu siwak memiliki keunggulan karena terbukti mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri, menghilangkan plaque, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi.

Siwak pun diketahui memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, seperti Antibacterial acids, seperti astringents, abrasive, dan detergent yang berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi dan menghentikan pendarahan pada gusi.

Selain itu, siwak juga mengandung zat kimia seperti Klorida, Pottasium, Sodium Bicarbonate, Fluoride, Silika, Sulfur, Vitamin C, Trimethyl amine, Salvadorine, Tannins, dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Siwak pun mengandung minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar. Zat inilah yang membuat siwak dapat menghilangkan bau pada mulut.

Sebagai pasta gigi alami, siwak juga mampu mencegah pembentukan karang gigi. Zat anti pembusukan yang terkandung dalam siwak diyakini dapat menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah proses pembusukan.

Kelebihan lainnya dari siwak adalah kemampuannya untuk turut merangsang produksi saliva (air liur) lebih. Apalagi saliva merupakan organik mulut yang melindungi dan membersihkan mulut.

Atas dasar itulah perusahaan pasta gigi di dunia menyertakan bubuk siwak ke dalam produknya.

Pada tahun 1986 dan 2000, organisasi kesehatan se-dunia merekomendasikan penggunaan siwak dalam sebuah konsensus internasional. Dr Otaybi dari Arab Saudi dalam penelitian yang dilakukannya membuktikan bahwa siwak memberi efek positif bagi sistem kekebalan tubuh.

Sungguh mengagumkan...

Penulis : Heri Ruslan
REPUBLIKA