Bogor (ANTARA News) – Ketika Maryam tengah menahan rasa kesakitan saat akan melahirkan putranya Nabi Isa, Allah SWT memerintahkannya untuk menggoyangkan pohon kurma sehingga buahnya jatuh, dan ia kemudian memakan buahnya.
“Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS Surat Maryam: 25)
Setelah memakan buah kurma, Maryam melahirkan anaknya dengan lancar, tanpa mengalami kesulitan.
Dengan merujuk pada kisah tersebut, kurma kemudian banyak dikonsumsi sebagai makanan terbaik dan obat mujarab untuk ibu yang akan melahirkan.
Berabad-abad kemudian, dari berbagai penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa kurma selain memudahkan proses kelahiran juga berkhasiat memperkuat lever, memperlancar buang air, menambah libido, dan menyegarkan tenggorokan.
Buah ini juga mengandung banyak zat besi dan diyakini dapat meningkatkan trombosit darah, sehingga sangat bermanfaat bagi penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Kurma banyak dijumpai di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Tunisia, dan Maroko.
Sementara di Indonesia, kurma banyak dijumpai hanya pada saat bulan Ramadhan sebagai salah satu menu khas berbuka puasa.
Di luar bulan Ramadhan, buah impor yang berasa manis dan kaya kandungan gizi ini hanya dijumpai di toko-toko tertentu saja.
H Mulyadi M.Ag, seorang ulama sekaligus pengusaha di Bogor, tergelitik untuk membuat produk kurma yang bisa dikonsumsi setiap saat.
Di satu sisi, sebagai ulama ia merasa wajib menyampaikan isi Al Qur`an kepada masyarakat luas, di sisi lain buah kurma hanya banyak dijumpai pada bulan Ramadhan.
“Bagi saya, ayat di dalam Al Qur`an menjadi kewajiban disyiarkan kepada masyarakat luas, tapi di sisi lain jika buah kurma bisa diolah menjadi makanan siap konsumsi setiap saat, bisa menjadi peluang bisnis,” kata ketua MUI Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor itu.
Kemudian muncul gagasannya membuat sari kurma yang berbentuk cairan kental, sehingga bisa dikonsumsi pasien yang kondisinya lemah dan bisa disimpan dalam waktu lama.
“Saya mulai melakukan ujicoba pembuatan sari kurma, pada Januari 2007,” kata pemilik sebuah minimarket di Bogor Selatan itu.
Sambil melakukan ujicoba, pria berusia sekitar 50 tahun ini juga melakukan konsultasi dengan pakar pangan di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ia juga melakukan konsultasi dengan para relasinya soal kemasan dan mengelola pemasarannya.
Dari uji coba produksi dan kemasan, Mulyadi akhirnya memproduksi sari kurma dalam dua jenis kemasan, yakni kemasan berisi 330 gram dan kemasan 240 gram.
Untuk lebih meyakinkan pasar dan menambah daya dukung produksinya, ia melakukan uji laboratorium dan mendaftarkannya ke beberapa lembaga terkait.
Mulyadi menguji kandungan gizi, kehalalan, dan kebersihan produknya kepada Lembaga Penelitian Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan mendapat sertifikat No 01121028600108.
Ia juga mengujikan produksi ke laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Departemen Pertanian serta mendaftarkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Bogor, yakni PIRT: No. 213320102242, serta mendaftarkan merek Sari Kurma Al Jazira, pada Ditjen Hak Cipta dan Paten Departemen Kehakiman, No D002007020439, dengan kode produk 8997006480092.
Dengan berbagai dukungan tersebut, produksi sari kurmanya berkembang pesat.
Kini hanya dalam waktu kurang dari tiga tahun, sari kurma produksi Mulyadi telah menembus pasar di berbagai kota di Indonesia, mulai dari Banda Aceh sampai ke Ambon.
Permintaan dari agen-agen di sejumlah kota, menuntutnya terus meningkatkan produksi. Kini, ia memproduksi sari kurma sebanyak 1.200 botol per hari, untuk kemasan 330 gram.
Produksi Manual
Salah satu kendala bagi Mulyadi adalah pada saat permintaan meningkat, ia mengalami kesulitan untuk memenuhinya karena keterbatasan peralatan dan lahan untuk produksi.
Sampai saat ini, ia memproduksi sari kurma secara manual di bagian belakang rumahnya yang berukuran sekitar 10 meter x 8 meter dengan dibantu 17 orang pegawai, mulai dari bagian produksi, pemasaran, sampai distribusi.
Proses produksi dimulai dari buah kurma segar dimasukkan ke dalam panci stainless steel berukuran besar dan ditambahkan dengan air mendidih. Buah kurma tersebut kemudian diaduk secara teratur, sampai kelopak dan bijinya terlepas dan turun ke bagian bawah panci.
Untuk memisahkan air buah kurma dan rendemennya, air daging buah kurma yang masih bercampur air tersebut dimasukkan ke dalam kantong kain dan diputar dalam mesin pemutar.
Cairan yang keluar dari mesin menjadi bahan sari kurma, sedangkan rendemen di dalam kantong kain yang masih mengandung cairan, dipress lagi sampai cairannya benar-benar terpisah.
Sari kurma yang telah dipisahkan kemudian dimasak selama sekitar 13 jam.
Sari kurma baru dimasukkan ke dalam botol dan dikemas setelah suhunya turun menjadi sekitar 50 derajat celsius.
Soal peralatan produksi, Mulyadi telah berkonsultasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk memperoleh alat pengolahan sederhana.
Namun, ia justru diberi bantuan alat pengolah kripik yang ketika dicoba, tidak terlalu pas untuk mengolah sari buah kurma.
Sampai saat ini, ia masih mengolah sari buah kurma secara manual, yakni di masak dengan menggunakan wajan besar dengan bahan bakar kayu bakar.
“Setiap hari saya mengolah sebanyak 500 kg buah kurma segar dan dapat menghasilkan sebanyak 396 kg sari kurma,” katanya.
Selain peralatan manual, kendala lain yang dihadapinya, adalah pasokan buah kurma yang dibelinya dari importir buah di Jakarta.
Pada bulan Ramadhan, ia justru kesulitan memperoleh pasokan buah kurma, karena banyaknya permintaan pasar, sehingga harganya naik hampir 100 persen.
“Di luar bulan Ramadhan, biasanya saya membeli kurma kemasan dus, yakni 10 kg per dus. Karena harganya naik hampir 100 persen, saya mengalihkan membeli kemasan kaleng yang harganya relatif sama,” katanya.
Sari kurma yang diproduksinya tanpa pengawet dan tetap dalam kondisi baik selama lebih dari setahun.
Soal khasiat, kandungan gizi dalam sari kurma tidak berbeda jauh dengan produk dalam bentuk buah segar.
Zat pengikat
Mulyadi mengatakan, di dalam Al Qur`an dan Sunnah Rasul disebutkan, buah kurma adalah makanan yang sangat baik dan menjadi andalan sejak zaman para Nabi.
“Di dalam Al-Qur`an buah kurma disebut sebanyak 24 kali antara lain, dalam surat Maryam ayat 25-26,” kata Mulyadi.
Sebuah penelitian menyatakan buah kurma basah memiliki pengaruh dapat mengontrol laju gerak rahim dan menambah masa sistolenya, yakni kontraksi jantung ketika darah dipompa ke pembuluh nadi, sehingga memudahkan ibu hamil saat melahirkan
Pakar kedokteran, Muhammad An-Nasimi dalam kitabnya “Ath-Thibb An-Nabawy wal Ilmil Hadits” (II/293-294) mengatakan, hikmah dari ayat 25-26 surat Maryam adalah, perempuan hamil yang akan melahirkan sangat membutuhkan minuman dan makanan yang kaya zat gula, untuk membantu kontraksi otot-otot rahim ketika akan melahirkan bayi.
Kandungan gula dan vitamin B1 yang banyak terkandung dalam buah kurma, sangat membantu untuk mengontrol laju gerak rahim dan menambah masa sistole.
Peneliti lain dokter Jabbar An-Nuaimi dan dokter AI-Amir Abbas Ja`far mengatakan, buah kurma mengandung zat pengikat pada rahim yang dapat membantu mencegah pendarahan pada saat melahirkan.
Sedangkan, AI-lmam lbnul Qoyyim AI-Jauziyyah Rohimahulloh mengatakan, buah kurma berkhasiat memperkuat lever, memperlancar buang air, menambah libido, dan menyegarkan tenggorokan. (*)
Sumber : antara news
http://www.kompas-tv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5309&Itemid=108